Montir perkasa - 1




Hari itu, seputar jam tiga sore saya bersama-sama sepupuku, Ellen barusan sampai di tempat tinggalnya sesudah jalanan di mall. 1/2 jam kami dari sana tonton VCD sampai pacarnya yang namanya Winston tiba. Memang sich hari itu saya bermain kesini supaya bisa sekaligus sorenya ambil mobilku yang sedang di service teratur dalam suatu bengkel di wilayah Jakarta Timur yang kebetulan tidak jauh dari rumah Ellen. Cocok sekali waktu itu Winston tiba untuk nge-date jadi saya dapat turut menumpang diantar ke bengkel itu.
Kamipun pergi dari tempat tinggalnya dengan mobil BMW-nya Winston. Meskipun tidak jauh tetapi kami sedikit terjerat macet sebab waktu itu jam bubaran. Yang kukhawatirkan ialah takutnya bengkelnya terburu tutup, jika demikian kan saya harus tetap harus menumpang pada Winston walau sebenarnya mereka ingin pergi tonton serta saya tidak ingin mengganggu solidaritas mereka. Pada akhirnya datang kami di bengkel itu pas saat akan tutup.

"Wah.. Mau tutup tuch Ci, mendingan cepetan lari turun, siapa tahu masih terburu," kata Ellen.

"Tanyain dahulu Ci, kita nantikan kamu di sini, jika rupanya belum dapat mengambil, kamu turut kita jalan saja," Winston memberikan pendapat.

Akupun selekasnya turun serta 1/2 lari mengarah pegawai yang sedang menggerakkan pintu.

"Mas.. Mas nantikan, jangan ditutup dahulu, saya ingin ngambil mobil saya yang Hyundai warna merah yang dititip tempo hari Selasa itu loh!" kataku dengan tergesa-gesa.

"Tetapi kita mau tutup non, jika ingin esok balik saja lagi," tuturnya.

"Mari dong, Mas tuturnya di telephone barusan bisa diambil, tolong dong bentar saja yah, saya telah kesini jauh nih!" desakku.

"Ada apakah nih, Kos, kok justru bercakap," kata seorang pria yang ada dari samping belakangnya.

Kebetulan sekali pria itu ialah montir yang mengatasi mobilku saat saya bawa mobil itu kesini, orangnya tinggi serta cukup gemuk dengan rambut style tentara, umurnya seputar awal empat puluh, terakhir kuketahui namanya Fauzan, nampaknya ia termasuk montir yang cukup senior di sini.

Akupun lalu mengungkapkan tujuan kedatanganku kesini untuk ambil mobilku itu kepadanya. Awalannya sich ia menyuruhku balik lagi esok sebab bengkel telah tutup, tetapi sebab terus kubujuk serta kujanjikan bonus uang rokok pada akhirnya ia menyerah serta mempersilakanku masuk menanti di. Sebetulnya sich jika bengkelnya dekat sama rumahku saya dapat juga saja kembali lagi esok, tetapi permasalahannya letak tempat ini cukup jauh dari rumahku serta macet juga, kan BT sekali jika harus 2x jalan.

Saya mengangkat tangan mengarah Ellen serta Winston yang menanti di mobil tanda-tanda permasalahan telah beres serta mereka bisa pergi, merangkumun membalas lambaianku serta mobil itu berjalan wafatkanku. Pak Fauzan menerangkan padaku mengenai situasi mobilku, ia katakan jika semua ok-ok saja, terkecuali ada satu onderdil dibagian bawah mobil yang sesaat lagi tidak wajar gunakan sebab banyak berkarat (sory.. Saya tidak pahami otomotif kecuali memakainya, sampai lupa nama onderdil itu). Sebab pikirkan kenyamanan periode panjang, saya bertanya jika sisi itu ditukar saat ini memerlukan waktu lama tidak, biaya sich tidak jadi masalah. Sesudah memikir sekejap ia juga mengiyakannya serta menyuruhku duduk menanti.

Beberapa pegawai serta kasir wanita telah berjalan ke pintu keluar tinggalkan tempat ini. Di ruang yang lumayan luas ini tinggallah saya dengan Pak Fauzan dan beberapa montir yang sedang mengakhiri pekerjaan yang tanggung. Semuanya ada 4 orang di ruang ini termasuk juga saya yang salah satu wanita.

"Ada banyak kerjaannya ya Mas?" tanyaku iseng-iseng pada montir brewok di dekatku yang sedang mengotak-atik mesin depan satu Kijang.

"Sedikit lagi kok Non, karena itu mending dituntaskan saat ini agar besoknya semakin enjoy," jawabnya sekalian terus kerja.

Tidak jauh dari tempat dudukku Pak Fauzan sedang berjongkok di samping mobilku serta di sampingnya seorang partnernya yang hanya terlihat kakinya sedang berbaring kerjakan perkerjaannya di kolong mobil. Rupanya pekerjaan itu lama selesainya, seperempat jam telah saya menanti. Lihat keadaan semacam ini, timbullah pemikiran isengku untuk merayu mereka. Hari itu saya menggunakan kaos ketat oranye berlengan panjang yang dadanya cukup rendah, lekuk badanku tercetak oleh baju semacam itu, bawahnya saya menggunakan rok hitam yang menggantung beberapa senti di atas lutut. Karena itu bukan hal yang aneh jika beberapa pria itu ditengah-tengah aktivitasnya seringkali mencuri-curi pandang ke arahku, ditambah lagi kadang-kadang saya menyengaja menyilangkan kakiku.

Saya berjalan mengarah mobilku serta menanyakan pada Pak Fauzan, "Masih lama ya Pak?"

"Hampir Non, ini yang sulit tuch melepas yang lamanya, habis telah berkarat, sebetulnya sich pasangnya mudah saja, bentar lagi beres kok"

"Perlu saya bantuin tidak? Bosen dari barusan tunggu terus," tanyaku sekalian dengan menyengaja berjongkok di hadapannya dengan lutut kiri bertopang di lantai hingga automatis paha putih mulusku terkuak kemana saja serta celana dalam merahku nampak jelas olehnya.

Ia nampak grogi serta matanya tertumbuk ke bawah rokku yang terlihat sebab tempat jongkokku. Saya percaya burungnya sudah pasti terjaga serta memberontak ingin terlepas dari sangkarnya. Tetapi saya berlaku biasa saja seakan tidak ketahui sedang diintip.

"Oohh.. Tidak.. Tidak kok Non," jawabnya terbata-bata.

"Hhoii.. Obeng kembang dong," sahut montir yang dari dalam sekalian menggerakkan bangku berbaringnya keluar dari kolong.

Demikian keluar diapun turut terperangah dengan panorama indah di atas mukanya itu. Kedua-duanya bengong menatapku tanpa ada berkedip.

"Mengapa? Kok bengong? Liatin apa hayo..?" godaku dengan tersenyum nakal.

Selanjutnya kuraih tangan sang montir yang sedang berbaring itu serta kuletakkan di paha mulusku, memang sich tangannya kotor sebab sedang kerja tetapi waktu itu tidak terpikir hal tersebut lagi. Tak perlu diminta lagi tangan kasar itu telah bergerak sendirinya mengelus pahaku sampai hingga di pangkalnya, dari sana ia tegaskan dua jarinya dibagian tengah kemaluanku yang masih tetap tertutup CD.

"Ooohh.. " desahku merasai remasan pada kemaluanku.

Pak Fauzan menyuruhku berdiri serta didekapnya badanku dan langsung tempelkan bibirnya yang tebal serta kasar pada bibir mungilku. Tangannya mengusung rokku serta menyelinap ke celana dalamku. Temannya tidak ingin tertinggal, sesudah ia mengelap tangannya ia dekap saya dari belakang serta mulai menciumi leher jenjangku, hembusan nafas serta lidahnya yang menggelikitik membuat birahiku makin naik. Payudaraku yang masih tetap tertutup pakaian diremasi dari belakang, selang beberapa saat kaos Mango-ku dan bra-ku telah disingkap ke atas. Ke-2 iris payudaraku digerayangi dengan gemas, putingnya berasa semakin mengeras sebab terus dipencet-pencet serta dipilin-pilin.

"Hei, ngapain tuch, kok tidak ngajak-ngajak!" hebat sang montir brewok yang memergoki kami sedang berasyik-masyuk.

Montir di belakangku melambai-lambai serta menyebut sang brewok untuk turut nikmati badanku. Sang brewok juga dengan girang mendekati kami sekalian mempreteli kancing pakaian montirnya, kurang dari beberapa langkah di dekatku ia buka semua bajunya.

Wow.. Bodinya padat berisi dengan dada bagian berbulu serta bulunya turun sama-sama menyambung dengan bulu kemaluannya. Serta yang semakin membuatku kagum ialah sisi yang mengacungkan tegak di bawah perutnya, tentu tidak terlukiskan rasa-rasanya ditusuk benda sebesar pisang raja itu, warnanya hitam dengan kepala penis kemerahan. Ia berjongkok di depanku serta memelorotkan rok serta celana dalamku.

"Wah, asyik jembutnya item lebat sekali, gua paling senang vagina kaya gini," sang brewok memberi komentar vaginaku.

Pak Fauzan serta temannya mulai melepasi bajunya semasing sampai bugil. Nampaklah batang-batang mereka yang telah menegang, tetapi saya masih semakin senang punya sang brewok sebab terlihat semakin merangsang, punya Pak Fauzan besar serta berisi, tetapi tidak berurat serta sekeras sang brewok, sedang punyai temannya cukup panjang, tetapi biasa saja, standarnya pribumi Indonesialah. Saya sendiri tinggal menggunakan kaos ketat serta bra-ku yang telah terkuak.

Kaki kiriku diangkat ke pundak sang brewok yang berjongkok sekalian melumat vaginaku. Rekan Pak Fauzan yang dipanggil 'Zul' itu menyokong badanku dengan mendekap dari belakang, tangannya terus melakukan aktivitas meremas payudara serta pantatku sekalian mainkan lidahnya di lubang telingaku. Pak Fauzan sendiri sekarang sedang menetek dari payudara kananku. Saya menggelinjang hebat serta mendesah tidak karuan diserang dari beberapa arah semacam itu. Tanganku memegang penis Pak Fauzan serta mengocoknya perlahan-lahan.

"Oookkhh.. Jangan begitu keras," rintihku sekalian meringis saat Pak Fauzan dengan gemas menggigiti putingku serta menariknya dengan mulut, dengan cara refleks tanganku menjambak perlahan rambutnya.

Sesaat sang brewok di bawah sana menyedoti dalam-dalam vaginaku seakan ingin ditelan. Ia masukkan lidahnya ke vaginaku hingga memberikan sensasi geli yang mengagumkan padaku, klitorisku ia gigit perlahan serta digelikitik dengan lidahnya. Intinya benar-benar susah dilukiskan dengan beberapa kata begitu enaknya waktu itu, semakin lebih nikmat dari mabuk anggur manis. Saya menengokkan muka ke samping untuk menyongsong Zul yang ingin melumat mulutku. Mahir ia berciuman, lidahnya menjilati lidahku serta mencari rongga mulutku, nafasku seperti ingin habis rasa-rasanya.

Selanjutnya mereka membaringkanku di bangku untuk berbaring di kolong mobil itu (whateverlah namanya saya tidak paham nama barang itu ^_^;). Zul langsung ambil tempat di selangkanganku, tetapi selekasnya dihindari oleh Pak Fauzan yang inginkan porsi lubang terlebih dulu. Sesudah dirayu-bujuk Zul juga pada akhirnya mengalah dari Pak Fauzan yang semakin senior itu. Untuk alternatifnya ia ambil tempat di dekat kepalaku serta menyodorkan penisnya padaku. Kumulai dengan menjilati tangkai itu sampai basah, lalu buah zakarnya kuemut-emut sekalian mengocok batangnya.

Meskipun cukup berbau tetapi saya benar-benar nikmati oral sex itu, saya suka membuat mengeluh nikmat saat kujilati lubang kencing serta kepala penisnya. Pak Fauzan yang telah usai dengan pemanasan dengan menggesekkan penisnya pada bibir vaginaku sekarang telah arahkan penisnya ke liang senggamaku. Saya menjerit kecit saat benda itu menyodok masuk dengan sedikit kasar, setelah itu ia menggenjotku dengan pergerakan buas. Saya menghayati tiap detail kesenangan yang sedang menyelimuti badanku, makin semangat juga saya mengemut penis sang Zul, kumainkan lidahku di sekujur penis itu untuk meningkatkan kesenangan pemiliknya. Ia mengeluh keenakan atas perlakuanku yang menganakemaskan 'adik kecil'nya.

Rambutku diremas-remas sekalian mengatakan, "Oooh.. Terus Non, enak sekali.. Yahh!"

Bersambung..... Artikel Berkaitan